Peristiwa
ketiga
Hal
ini masih berkaitan dengan keinginan ane singgah dipulau tetangga. Hingga suatu
hari ane bilang ke ibu “ibu, ane ingin banget pergi ke paris lihat menara
Eiffel tapi mahal banget pesawat aja 20 juta”. Ibu Cuma diam sejenak dan bilang
“jauh lebih baik sebelum kesana singgahlah di mekkah untuk haji atau hanya
sekedar umroh”. Mulai saat itu ane mulai ubah susunan pulau yang ingin ane
kunjungi, posisi paris ane ganti menjadi mekkah.
Lama
setelah percakapan dengan ibu tentang Paris, tiba-tiba ibu bilang “de, ibu
pengen banget pergi haji tahun depan”. bleggggg jantung rasanya terhentak
seketika, “ibu jika haji ane belum berani janji untuk berangkat tahun depan,
maafkan ane”. Lagi-lagi ibu hanya diam dan berkata “umroh gimana de ? biayanya
sekitar 13 juta”. Dalam batin sebelum mengucapkan ane bilang bismillah “ibu
jika umroh insyaallah, tapi maaf sepertinya tidak bisa tahun depan. Ade mohon
izinkan untuk nabung 1 tahun dan ibu bantu doain ade diberikan rizki yang
cukup”.
“ya
Allah, Engkau maha tau pendapatan dan pengeluaran ku setiap bulannya. Ane tak
yakin bisa nabung sebesar itu nominalnya, ya Allah tapi ane sangat yakin kuasa
mu lebih besar, ane mohon ya Allah izinkan ane bisa membawa beliau kerumah-Mu
untuk ibadah”. Hanya itu yang kuucapkan sebelum ku istirahat.
Mulai saat itu aku mulai giat nabung dan meminta restu ke ibu untuk selalu mendoakan langkahku dalam mencari rezeki. Setelah 2 tahun kerja hingga sekarang aku baru bisa mengumpulkan setengah dari nominal biayanya. Masih cukup banyak puing puing rupiah yang harus ane kumpulkan.
Suatu
hari, ibu ane sakit (post sebelumnya “keberadaanmu”) dan ane gak kuat
ngeliatnya. Saat itu ane berpikir, ibu gak mungkin pergi umroh sendiri, harus
bersama ayah. Ane gak mungkin tega ngeliat ibu pergi sendiri ditengah keramaian
orang dari belahan manapun. Hingga akhirnya muncul pikiran “ya Allah biaya
umroh pun harus ane kalikan dua, wow nominal yang mencenggangkan. Ane mohon ya
Allah cukupkan rizki yang ane dapet !!”.
Ane
sudah merasakan gejolak di batin. Sebelum terjadi lebih jauh, ane memberanikan
diri cerita ke abang ane tentang keinginan ibu. Alhamdullillah, beliau bersedia
membagi tiga tanggungan tersebut dengan satu kakak perempuan ane. Walau
sayangnya, hal itu belum disetujui oleh
kakak perempuan ane. Setidaknya ane yakin bahwa ibu dan ayah bisa berangkat.
Malam
hari setelah percakapan dengan abang, ane bilang ke ibu “ibu, doakan kami untuk
memberangkatkanmu, namun ane minta maaf semua yang ane berikan sebelumnya
sepertinya harus dijual untuk mendapatkan nominal tersebut”. Ibu hanya diam dan
menggangguk. Ane pun langsung masuk kamar lagi.
“ya
Allah, ane gak tega lihat muka ibu. Ibu sepertinya sedih jikalau semua itu
dijual, adakah cara lain ya Allah ? beri ane kesempatan tidak melukai perasaan
ibu”. Pinta ane sesaat shalat hajat dan lagi-lagi terlelap dalam tidur.
Ane
gak tau sampai kapan lagi harus nabung hingga membuat nominal tersebut, ane
cuma takut telat mengabulkan permintaan ibu. “ya Allah izinkan ane membawa
beliau kerumah-Mu, izinkn ane mengabulkan permintaan beliau dan berikan
kesempatan itu ya Allah”. Hanya itu yang bisa ane selipkan setiap saat.
Seling
1 bulan dari hal tersebut, kami dikejutkan dengan hal yang luar biasa. Ayah dan
ibu mendapatkan rizki dari pintu yang lain bukan dari ane sebagai anaknya.
Rizki itu bisa membawa umroh ibu dan ayah tanpa perlu menunggu ane menabung
sekian bulan lagi, tanpa menjual semua hal yang ane berikan.
“subhanallah
subhanallah subhanallah, ya Allah kuasa-Mu begitu nyata dan begitu mudah Engkau
kabulkan pinta kami. Ya Allah ane mengucapkan syukur atas segalanya. Ya Allah
permudah beliau untuk pendaftaran dan berangkat serta beri beliau kesehatan”
sesaat setelah shalat magrib.
0 Ocehan:
Posting Komentar