Ta’aruf adalah kegiatan
bersilaturahmi, jika pada masa ini dapat dikatakan sebagai berkenalan bertatap
muka, bertamu ke rumah seseorang dengan tujuan berkenalan dengan penghuninya.
Bisa juga dikatakan bahwa tujuan dari berkenalan tersebut adalah untuk mencari
jodoh. Ta’aruf bisa juga dilakukan jika
kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal menunggu keputusan anak untuk
bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jenjang khitbah.
Dalam sebuah hadits Shohih Nabi
Muhammad SAW. Hal ini menegaskan "Tidaklah diperkenankan bagi laki-laki
dan perempuan untuk berkhalwat (berduaan), karena sesungguhnya ketiga dari
mereka adalah syaitan, kecuali adanya mahram. (HR Ahmad dan Bukhari Muslim, dari
'Amir bin Rabi'ah)".
Tidak ada aturan baku atau ketetapan
khusus mengenai tata cara berta’aruf, namun harus tetap memperhatikan adab-adab
dalam bergaul antara pria dan wanita, antara lain :
1. Melakukan Istikharoh
dengan sekhusyu-khusyunya
Setelah ikhwan
mendapatkan data dan foto, lakukanlah istikharoh dengan sebaik-baiknya, agar
Allah SWT memberikan jawaban yang terbaik. Dalam melakukan istikharoh ini,
jangan ada kecenderungan dulu pada calon yang diberikan kepada kita. Tapi
ikhlaskanlah semua hasilnya pada Allah SWT. Luruskan niat kita, bahwa kita
menikah memang ingin benar-benar membentuk rumah tangga yang sakinah mawaddah
warohmah. Seseorang biasanya mendapatkan sesuatu sesuai dengan apa yang
diniatkannya.
2. Menentukan Jadwal
Pertemuan (ta’aruf Islami)
Setelah Ikhwan melakukan istikharoh dan adanya kemantapan hati,
maka segerlah melaporkan pada Ustadz, lalu Ustadz pun memberikan data dan foto
kepada Ustadzah (guru akhwat), dan memberikan data dan foto ikhwan tersebut kepada
Akhwat. Biasanya akhwat yang memang sudah siap, Insya Allah setelah istikharoh
juga segera melaporkan kepada Ustadzahnya. Lalu segeralah atur jadwal pertemuan
ta’aruf tersebut. Bisa dilakukan di rumah Ustadzah akhwatnya. Memang idealnya
kedua pembimbing juga hadir, sebagai tanda kasih sayang dan perhatian terhadap
mutarabbi (murid-murid). Hendaknya jadwal pertemuan disesuaikan waktunya, agar
semua bisa hadir, pilihlah hari Ahad, karena hari libur.
3. Gali pertanyaan
sedalam-dalamnya
Setelah bertemu, hendaknya didampingi Ustadz dan Ustadzah, lalu
saling bertanyalah sedalam-dalamnya, ya bisa mulai dari data pribadi, keluarga,
hobi, penyakit yang diderita, visi dan misi tentang rumah tangga. Biasanya pada
tahap ini, baik ikhwan maupun akhwat agak malu-malu dan grogi, maklum tidak
mengenal sebelumnya. Tapi dengan berjalannya waktu, semua akan menjadi cair.
Peran pembimbing juga sangat dibutuhkan untuk mencairkan suasana. Jadi tidak
terlihat kaku dan terlalu serius. Dibutuhkan jiwa humoris, santai namun tetap serius.
4. Menentukan waktu
ta’aruf dengan keluarga akhwat
Setelah melakukan ta’aruf dan menggali pertanyaan-pertanyaan
sedalam-dalamnya, dan pihak ikhwan merasakan adanya kecocokan visi dan misi
dengan sang akhwat, maka ikhwan pun segera memutuskan untuk melakukan ta’aruf
ke rumah akhwat, untuk berkenalan dengan keluarga besarnya. Ini pun sudah
diketahui oleh Ustadz maupun Ustadzah dari kedua belah pihak. Jadi memang semua
harus selalu dikomunikasikan, agar nantinya hasilnya juga baik. Jangan berjalan
sendiri. Sebaiknya ketika datang bersilaturahim ke rumah akhwat, Ustadz pun
mendampingi ikhwan sebagai rasa sayang seorang guru terhadap muridnya. Tetapi
jika memang Ustadz sangat sibuk dan ada da’wah yang tidak bisa ditinggalkan,
bisa saja ikhwan didampingi oleh teman pengajian lainnya. Namun ingat,ikhwan
jangan datang seorang diri, untuk menghindarkan fitnah dan untuk membedakan
dengan orang lain yang terkenal di masyarakat dengan istilah ’ngapel’
(pacaran).
Hendaknya waktu ideal untuk silaturahim ke rumah akhwat pada
sore hari, biasanya lebih santai. Tapi bisa saja diatur oleh kedua pihak, kapan
waktu yang paling tepat untuk silaturahim tersebut.
5. Keluarga Ikhwan pun
boleh mengundang silaturahim akhwat ke rumahnya
Dalam hal menikah tanpa pacaran, adalah wajar jika orang tua
ikhwan ingin mengenal calon menantunya (akhwat). Maka sah-sah saja, jika orang
tua ikhwan ingin berkenalan dengan akhwat (calon menantunya). Sebaiknya ketika
datang ke rumah ikhwan, akhwat pun tidak sendirian, untuk menghindari
terjadinya fitnah. Dalam hal ini bisa saja akhwat ditemani Ustadzahnya ataupun
teman pengajiannya sebagai tanda perhatian dan kasih sayang pada mutarabbi.
6. Menentukan Waktu
Khitbah
Setelah terjadinya silaturahim kedua belah pihak, dan sudah ada
kecocokan visi dan misi dari ikhwan dan akhwat juga dengan keluarga besanya,
maka jangalah berlama-lama. Segeralah tentukan kapan waktu untuk mengkhitbah
akhwat. Jarak waktu antara ta’aruf dengan khitbah, sebaiknya tidak terlalu
lama, karena takut menimbulkan fitnah.
7. Tentukan waktu dan
tempat pernikahan
Pada prinsipnya semua hari dan bulan dalam Islam adalah baik.
Jadi hindarkanlah mencari tanggal dan bulan baik, karena takut jatuh ke arah
syirik. Lakukan pernikahan sesuai yang dicontohkan Rasulullah SAW, yaitu
sederhana, mengundang anak yatim, memisahkan antara tamu pria dan wanita,
pengantin wanita tidak bertabarruj (berdandan),makanan dan minuman juga tidak
berlebihan.
Adab-Adab Ta’aruf
Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan ketika melakukan proses ta’aruf tersebut, antara lain :
1.
Menahan Pandangan
Allah SWT berfirman, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang
beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat”.” Katakanlah kepada wanita yang beriman, Hendaklah
mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya …’” (an-Nur: 30-31)
Yakni, mata tak boleh jelalatan melihat calon pasangan atau
bagian dari tubuhnya yang menggoda selera, atau memelototi wajahnya untuk
mencari kenikmatan. Melihat diperbolehkan bila untuk memastikan kecocokan saja.
Artinya, setelah segala sesuatu yang lain dianggap sudah saling cocok, melihat
sebagai penentunya.
2.
Menutup aurat
Allah SWT berfirman, “… Dan janganlah mereka (wanita-wanita
mukmin) menampilkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari pandangan dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya ….” (an-Nur: 31)
Artinya, bila harus berbicara dengan pria non mahram, seorang
wanita muslimah harus menutup aurat sebatas yang dia yakini sebagai aurat,
menurut dasar yang jelas. Kecuali saat nazhar dengan tujuan memastikan
kecocokan secara fisik, seperti tersebut di atas. Saat itu boleh dibuka
sebagian aurat, asalkan bukan untuk dinikmati, tapi sekadar memastikan
kecocokan fisik saja, maka yang dilihat juga harus sangat dibatasi.
3.
Tenang dan Terhormat dalam Gerak-Gerik
Allah SWT berfirman, “…Maka janganlah kamu tunduk dalam
berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan
ucapkanlah perkataan yang baik.” (al-Ahzab: 32)
4.
Serius dan Sopan dalam Berbicara
Allah berfirman, “…Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara
sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah
perkataan yang baik.” (al-Ahzab: 32)
5.
Hindari Membicarakan Hal-hal yang Tidak Perlu
Allah berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang
menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna…”
(al-Mukminun : 1-3)
Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi kita semua. silahkan lakukan yang terbaik untuk kehidupan kita dengan berteduh pada payung ketentuan Allah SWT.
0 Ocehan:
Posting Komentar